Riwayat Pahlawan Pattimura serta Perlawanan dan Penyerbuan Benteng
Kepulauan Maluku yang populer menjadi kepulauan rempah-rempah mengundang sangat banyak bangsa besar yang ingin hadir untuk menguasainya, terkhusus oleh bangsa Eropa, dari mulai kehadiran bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan bangsa Belanda yang memonopoli perdagangan lewat cara yang salah. Perihal ini pula sebagai fakta bangsa Maluku lakukan pemberontakan.
Permulaan era ke-19, masyarakat Maluku membuat perlawanan bersenjata menantang V.O.C1 (Belanda) yang ingin jadi penguasa tunggal dii dunia perdagangan didaerah jajahan yakni Maluku. V.O.C memakai kekuasaan kerajaan seputar Maluku untuk meluaskan kekuasaannya. Pada hakekatnya, nafsu golongan penjajah untuk kuasai rempah-rempah berikut sebagai pemicu bangsa Maluku lakukan perlawanan. Menurut M.
2. Ketidakpuasan rakyat pada peraturan-peraturan gubernur Van Middlekoop diantaranya ketentuan yang mengharuskan masyarakat negeri menyiapkan perahu-perahu untuk kepentingan pemerintah Belanda, peraturan-peraturan di mana pada saat kekuasaan Inggris sudah dihapuskan.
3. Kekurangan uang yang terkena oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
4. Karakter gawat dari masyarakat Maluku untuk memperbandingkan perbuatan-perbuatan pemerintah yang dahulu dengan peraturanperaturan pemerintah yang saat ini
Pelopor penting gerakan perlawanan bangsa Maluku ialah Thomas Matulessy yang diketahui dengan nama Kapitan Pattimura. Figur Pattimura ialah figur sebagai pelopor serta buka perlawanan bersenjata pada Belanda yang lalu dibarengi oleh beberapa pahlawan dari daerah- daerahyang masih belum Faham Tips Merawat Motor Matic Injeksi yang lain di Maluku.
Biografi Singkat Pattimura
Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura lahir di desa Haria pulau Saparua pada tanggal 8 juni 1783. Thomas ialah keturunan dari keluarga besar Matulessia (Matullessy) di desa Haria pulau Saparua. Pattimura beragama Kristen Protestan. Dia ialah bekas sersan mayor dinas militer Inggris. Dia dapat membaca serta menulis. ikut mendapatkan didikan militer, serta sebab pendidikannya itu, ia diangkat jadi pemimpin pemberontakan.
Permulaan era ke-19, masyarakat Maluku membuat perlawanan bersenjata menantang V.O.C1 (Belanda) yang ingin jadi penguasa tunggal dii dunia perdagangan didaerah jajahan yakni Maluku. V.O.C memakai kekuasaan kerajaan seputar Maluku untuk meluaskan kekuasaannya. Pada hakekatnya, nafsu golongan penjajah untuk kuasai rempah-rempah berikut sebagai pemicu bangsa Maluku lakukan perlawanan. Menurut M.
Sapija, sebab-sebab perlawanan rakyat Maluku dibagi jadi empat sisi :1. Penindasan serta penghisapan dengan jalan curang atau pemerasan (knevelarij) pada masyarakat Maluku yang terpenting dikerjakan oleh beberapa pembesar belanda pada jaman Oost Indische Compagnie dan pada jaman Residen Van den Berg dengan mendapatkan perlindungan dari monopoli V.O.C.
2. Ketidakpuasan rakyat pada peraturan-peraturan gubernur Van Middlekoop diantaranya ketentuan yang mengharuskan masyarakat negeri menyiapkan perahu-perahu untuk kepentingan pemerintah Belanda, peraturan-peraturan di mana pada saat kekuasaan Inggris sudah dihapuskan.
3. Kekurangan uang yang terkena oleh pemerintah Belanda pada saat itu.
4. Karakter gawat dari masyarakat Maluku untuk memperbandingkan perbuatan-perbuatan pemerintah yang dahulu dengan peraturanperaturan pemerintah yang saat ini
Pelopor penting gerakan perlawanan bangsa Maluku ialah Thomas Matulessy yang diketahui dengan nama Kapitan Pattimura. Figur Pattimura ialah figur sebagai pelopor serta buka perlawanan bersenjata pada Belanda yang lalu dibarengi oleh beberapa pahlawan dari daerah- daerahyang masih belum Faham Tips Merawat Motor Matic Injeksi yang lain di Maluku.
Biografi Singkat Pattimura
Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura lahir di desa Haria pulau Saparua pada tanggal 8 juni 1783. Thomas ialah keturunan dari keluarga besar Matulessia (Matullessy) di desa Haria pulau Saparua. Pattimura beragama Kristen Protestan. Dia ialah bekas sersan mayor dinas militer Inggris. Dia dapat membaca serta menulis. ikut mendapatkan didikan militer, serta sebab pendidikannya itu, ia diangkat jadi pemimpin pemberontakan.
Narasi Perang Pattimura: Penyerbuan Benteng Duurstede
Pagi subuh, 16 Mei 1817, matahari mulai pancarkan sinar di ufuk timur Indonesia. Waktu itu, terdengar nada tifa serta tahuri dibunyikan dari terlalu jauh untuk menyebut pasukan pattimura. Mereka mulai banyak yang datang serta mengepung benteng Duurstede yang berisi Residen Van Den Berg, pasukan Belanda, dan penghuni yang lain.
Di muka benteng, berdiri dengan gagah Thomas Matulessy yang dijuluki Kapitan Pattimura. Lelaki berumur tiga puluh empat tahun, berbadan tinggi serta tegap, warna kulit serta rambutnya hitam, parasnya memvisualisasikan ia ialah orang Maluku.
Pasukan rakyat menyambutnya dengan sorak sorai, teriak-teriakan yang menggetarkan hawa. Teriakan saat pagi itu mulai menyadarkan serta mengagetkan penghuni benteng.
Mengerti jumlahnya pasukan rakyat banyak yang datang, Residen dan penghuninya jadi cemas serta tidak berani keluar dari benteng. Keadaan di benteng juga tidak diduga jadi suram sebab keadaan di luar benteng yang makin memanas karenanya ada keberadaaan pasukan Pattimura.
Persiapan dikerjakan semenjak pagi itu oleh pasukan Pattimura, beberapa suara panggilan oleh pemimpin persiapan untuk siap-siap sudah mengudara. Nyanyian-nyanyian mengenai negeri sudah di dendangkan untuk menyemangati, parang-parang serta tombak ikut salawaku disatukan serta diasah, tidak berasa sudah siang hari.
Sesudah tuntas dengan persiapan, Pattimura ajak pasukannya untuk berdoa. Dia serta pasukannya berdoa meminta pertolongan Tuhan, atas perjuangan yang akan mereka kerjakan.
Hari makin siang serta kondisi makin tegang, panas serta genting. Pasukan Pattimura mulai mendekati benteng Duurstede untuk lakukan penyerangan. Residen Van Den Berg yang mungkin oleh sebab bingung, tidak ingat kembali untuk meletuskan meriam-meriam yang berada di benteng itu, serta mulai putus harapan.
Dia mulai sadar, jika perlawanan pada pasukan yang dibantu oleh rakyat ialah percuma. Karenanya dia bersama dengan prajurit. Belanda mengibarkan bendera putih menjadi sinyal menyerah. Tapi Pattimura sudah mengetahui strategi curang Belanda, karena satu hari awal mulanya Belanda telah mengirim berita ke Ambon mengenai momen yang berlangsung serta minta pertolongan.
Rakyat juga kenyang dengan tipu muslihat penjajah serta tidak mempedulikan bendera putih itu. Sebab terasa bendera putih ini tidak diacuhkan, Residen Van Den Bergh kembali turunkan bendera itu. Jam tiga siang pasukan pattimura telah mengepung benteng, beberapa memakai bedil, serta beberapa memakai parang (pedang) ikut salawaku (tameng) serta menanti perintah menyerang.
Komando juga dikasihkan “serang! serbu!” Bedil dicetuskan, cakalele (tarian perang maluku) dibarengi teriakan-teriakan yang membangun bulu roma membelah angkasa. Pasukan Belanda menyongsong dengan tembakan yang santer. Meriam-meriam memuntahkan peluru yang sebarkan maut dikalangan penyerbu sampai beberapa serangan pasukan Pattimura dipukul balik.
Tetapi pada akhirnya kemenangan hadir ditangan pasukan Pattimura. Pasukan Pattimura temukan kehadiran Van Den Bergh yang sudah tertembak kakinya serta menyeret ke salah satunya tiang serta Pattimura memerintah pasukan untuk menembak akhiri kelalimannya. Sesudah itu Pasukan Pattimura bersorak sorai sebab terasa bebas dari penjajahan.
Peperangan sudah selesai, pasukan Pattimura sudah menang, akan tetapi tinggalkan banyak sisa bekas pada dinding Duurstede. Mayatmayat dari kedua pihak menumpuk di seputar benteng membawa situasi keceriaan yang diliputi rasa sedih.
Salah seseorang anak Van Den Berg yang bernama Jean Lubert Van Den Berg diketemukan belumlah wafat oleh Pieter Matheus Souhoka, ia dibawa menghadap Pattimura untuk dengar ketetapan tentang nasib anak itu. Sesudah anak itu ditempatkan, berkumpulah beberapa Kapitan (Pemimpin Perang) serta beberapa penasehat untuk memastikan nasib anak itu.
Pasukan menekan supaya ia dibunuh saja, tapi Salomon Pattiwael, seseorang tua bagian keluarga Patih Tiow, maju kedepan serta meminta supaya anak itu janganlah dibunuh, tapi diserahkan padanya untuk dirawat serta dijaga.
Pattimura berpaling pada beberapa hadirin serta lihat anak itu dengan terharu. Pattimura akan memutuskan serta berkata” ini satu sinyal jika Tuhan tidak menginginkan anak ini dibunuh.” Salomon Patiwael ditugaskan oleh Pattimura untuk pelihara anak itu. Satu episode yang berdarah sudah berlalu, kemenangan sudah didapat dengan pengorbanan baik lawan ataupun kawan.
Pagi subuh, 16 Mei 1817, matahari mulai pancarkan sinar di ufuk timur Indonesia. Waktu itu, terdengar nada tifa serta tahuri dibunyikan dari terlalu jauh untuk menyebut pasukan pattimura. Mereka mulai banyak yang datang serta mengepung benteng Duurstede yang berisi Residen Van Den Berg, pasukan Belanda, dan penghuni yang lain.
Di muka benteng, berdiri dengan gagah Thomas Matulessy yang dijuluki Kapitan Pattimura. Lelaki berumur tiga puluh empat tahun, berbadan tinggi serta tegap, warna kulit serta rambutnya hitam, parasnya memvisualisasikan ia ialah orang Maluku.
Pasukan rakyat menyambutnya dengan sorak sorai, teriak-teriakan yang menggetarkan hawa. Teriakan saat pagi itu mulai menyadarkan serta mengagetkan penghuni benteng.
Mengerti jumlahnya pasukan rakyat banyak yang datang, Residen dan penghuninya jadi cemas serta tidak berani keluar dari benteng. Keadaan di benteng juga tidak diduga jadi suram sebab keadaan di luar benteng yang makin memanas karenanya ada keberadaaan pasukan Pattimura.
Persiapan dikerjakan semenjak pagi itu oleh pasukan Pattimura, beberapa suara panggilan oleh pemimpin persiapan untuk siap-siap sudah mengudara. Nyanyian-nyanyian mengenai negeri sudah di dendangkan untuk menyemangati, parang-parang serta tombak ikut salawaku disatukan serta diasah, tidak berasa sudah siang hari.
Sesudah tuntas dengan persiapan, Pattimura ajak pasukannya untuk berdoa. Dia serta pasukannya berdoa meminta pertolongan Tuhan, atas perjuangan yang akan mereka kerjakan.
Hari makin siang serta kondisi makin tegang, panas serta genting. Pasukan Pattimura mulai mendekati benteng Duurstede untuk lakukan penyerangan. Residen Van Den Berg yang mungkin oleh sebab bingung, tidak ingat kembali untuk meletuskan meriam-meriam yang berada di benteng itu, serta mulai putus harapan.
Dia mulai sadar, jika perlawanan pada pasukan yang dibantu oleh rakyat ialah percuma. Karenanya dia bersama dengan prajurit. Belanda mengibarkan bendera putih menjadi sinyal menyerah. Tapi Pattimura sudah mengetahui strategi curang Belanda, karena satu hari awal mulanya Belanda telah mengirim berita ke Ambon mengenai momen yang berlangsung serta minta pertolongan.
Rakyat juga kenyang dengan tipu muslihat penjajah serta tidak mempedulikan bendera putih itu. Sebab terasa bendera putih ini tidak diacuhkan, Residen Van Den Bergh kembali turunkan bendera itu. Jam tiga siang pasukan pattimura telah mengepung benteng, beberapa memakai bedil, serta beberapa memakai parang (pedang) ikut salawaku (tameng) serta menanti perintah menyerang.
Komando juga dikasihkan “serang! serbu!” Bedil dicetuskan, cakalele (tarian perang maluku) dibarengi teriakan-teriakan yang membangun bulu roma membelah angkasa. Pasukan Belanda menyongsong dengan tembakan yang santer. Meriam-meriam memuntahkan peluru yang sebarkan maut dikalangan penyerbu sampai beberapa serangan pasukan Pattimura dipukul balik.
Tetapi pada akhirnya kemenangan hadir ditangan pasukan Pattimura. Pasukan Pattimura temukan kehadiran Van Den Bergh yang sudah tertembak kakinya serta menyeret ke salah satunya tiang serta Pattimura memerintah pasukan untuk menembak akhiri kelalimannya. Sesudah itu Pasukan Pattimura bersorak sorai sebab terasa bebas dari penjajahan.
Peperangan sudah selesai, pasukan Pattimura sudah menang, akan tetapi tinggalkan banyak sisa bekas pada dinding Duurstede. Mayatmayat dari kedua pihak menumpuk di seputar benteng membawa situasi keceriaan yang diliputi rasa sedih.
Salah seseorang anak Van Den Berg yang bernama Jean Lubert Van Den Berg diketemukan belumlah wafat oleh Pieter Matheus Souhoka, ia dibawa menghadap Pattimura untuk dengar ketetapan tentang nasib anak itu. Sesudah anak itu ditempatkan, berkumpulah beberapa Kapitan (Pemimpin Perang) serta beberapa penasehat untuk memastikan nasib anak itu.
Pasukan menekan supaya ia dibunuh saja, tapi Salomon Pattiwael, seseorang tua bagian keluarga Patih Tiow, maju kedepan serta meminta supaya anak itu janganlah dibunuh, tapi diserahkan padanya untuk dirawat serta dijaga.
Pattimura berpaling pada beberapa hadirin serta lihat anak itu dengan terharu. Pattimura akan memutuskan serta berkata” ini satu sinyal jika Tuhan tidak menginginkan anak ini dibunuh.” Salomon Patiwael ditugaskan oleh Pattimura untuk pelihara anak itu. Satu episode yang berdarah sudah berlalu, kemenangan sudah didapat dengan pengorbanan baik lawan ataupun kawan.
Terima Kasih informasinya Agen Poker Deposit 10.000
BalasHapusYuk Mainkan Poker online dengan server terbaru..
BalasHapusDi jamin sportif tanpa ada robot.
Di sini kami memperkenalkan kepada anda produk P2PLAY.
Tersedia Bonus New Member yang Menarik Setiap Deposit.
Banyak permainan yang tersedia di dalam 1 ID.
Penasaran ingin mencoba nya ?
Yuk bergabung bersama kami di Agen Poker Online.